!---->

Type something and hit enter

ads here
On
Regulasi LCGC Hanya Dinikmati Pabrikan Jepang
Regulasi LCGC Hanya Dinikmati Pabrikan Jepang.

Asia Otomotif, Jakarta – Kendati telah ditanda-tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Peraturan Pemerintah (PP) No. 41/2013 Tentang Fasilitas Insentif Pajak Untuk Mobil Murah dan Ramah Lingkungan (Low Cost and Green Car) kini malah panen kritikan. Regulasi ini dianggap salah kaprah lantaran hanya menguntungkan pabrikan otomotif dari Jepang.

Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia Danny Septriadi mengatakan, produsen kendaraan beroda empat di Indonesia yang didominasi oleh investor Jepang akan menikmati harga jual yang rendah sehingga lebih mudah bersaing dan menguasai pasar di Tanah Air. Selain itu, peniadaan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) yang tercantum dalam aturan tersebut akan membuat negara kehilangan salah satu sumber penerimaan dari sektor otomotif.

“Seharusnya aturan ini berbarengan dengan santunan pajak yang lebih tinggi kepada industri kendaraan beroda empat yang tidak ramah lingkungan. Makara seimbang. Itu yang terjadi di negara-negara maju. Atau dipajaki tinggi kepada industri-industri di luar otomotif yang tidak ramah lingkungan. Namanya environment tax. Itu belum ada di Indonesia,” kata Danny kepada Neraca, Senin (10/6).

Meski Danny mengakui tren santunan kemudahan diskon pajak memang mengarah pada industri ramah lingkungan, namun yang tak boleh dilupakan oleh pemerintah yaitu faktanya bahwa industri otomotif di Indonesia masih dikuasai oleh Jepang. Imbasnya, kebijakan keringanan pajak di Indonesia niscaya akan lebih dinikmati oleh para pengusaha dari Negeri Samurai ketimbang pengusaha lokal.

Di pihak lain, Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis mengusulkan supaya pemerintah tidak menggunakan merek Jepang pada kendaraan beroda empat ramah lingkungan yang akan dikembangkan di dalam negeri ini. Pemerintah bisa melanjutkan proyek kendaraan beroda empat nasional yang mengusung merek Timor. Emir juga menuturkan bahwa sejauh ini, produsen kendaraan beroda empat dari Jepang mengalami kekhawatiran yang besar bila pemerintah memproduksi kendaraan beroda empat dalam negeri. "Saya mengalami sendiri, kira-kira satu atau dua tahun lalu, waktu Pak Jokowi (Joko Widodo, Gubernur DKI) memproklamirkan kendaraan beroda empat nasional. Produsen kendaraan beroda empat dari Jepang itu kebakaran jenggot," tambahnya.

Selain dari kalangan pengamat perpajakan dan anggota DPR, kritikan terhadap kebijakan LCGC juga datang dari Asosiasi Automotive Nusantara (Asia Nusa). Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi Asosiasi Automotive Nusantara (Asia Nusa) Dewa Yuniardi mengungkapkan aturan tersebut sama sekali tidak membantu jadwal kendaraan beroda empat nasional. "Padahal, lahirnya PP tersebut berawal dari semangat untuk pengembangan kendaraan beroda empat nasional atau angkutan murah pedesaan yang dulu pernah dibicarakan," ungkap Dewa.

Menurut Dewa, akad pemerintah untuk memproteksi merek-merek kendaraan beroda empat lokal yang dalam beberapa tahun terakhir mencoba untuk muncul bertentangan dengan semangat PP tersebut. Selain itu, rencana angkutan murah pedesaan yang juga pernah disiapkan supaya para petani dan masyarakat desa bisa mendapat kendaraan malah tidak ditindaklanjuti. "Tapi di PP yang gres itu, kita tidak melihat dua hal tadi dibicarakan," tegas Dewa.

Kehilangan Rp 9 Triliun

Dalam hitungan Asia Nusa, potensi pendapatan negara yang hilang tanggapan kebijakan peniadaan PPnBM ini paling tidak bisa mencapai Rp 9 triliun per tahun. Penghitungannya sederhana. Potensi segmen mobil-mobil 1.200 cc ke bawah mencapai 600.000 per tahun. Jika PPnBM yang diterapkan sebesar 30%, maka untuk harga kendaraan beroda empat murah sebesar Rp 50 juta saja, pajaknya bisa Rp 15 juta per unit. Angka Rp 15 juta tersebut bila dikalikan dengan potensi 600.000 unit maka kerugian negara akan mencapai Rp 9 triliun per tahun. Padahal, harga LCGC ini diprediksi lebih dari Rp 50 juta per unit, sehingga potensi kehilangan pendapatan negara bakal lebih dari Rp 9 triliun per tahun.

Namun pengamat otomotif John Arsyad punya pandangan berbeda. Dia menilai tidak ada potensi kerugian tanggapan penerapan aturan LCGC. Pasalnya akan ada pajak-pajak lain yang bisa ditarik dari kendaraan beroda empat LCGC. “Memang akan ada pembebasan PPnBM tetapi ada pajak lainnya yang bisa ditarik dari pengguna kendaraan beroda empat tersebut ibarat pajak kendaraan bermotor yang setiap tahunnya selalu ditarik,” ungkap John.

Di mata John, aturan tersebut juga bisa membuat industri otomotif dalam negeri semakin berangasan misalnya saja bisa menyerap semakin banyak tenaga kerja alasannya sebagian besar perakitan kendaraan beroda empat LCGC berada di Indonesia. “Menggunakan komponen lokal yaitu salah satu syarat dari aturan tersebut,” tambahnya.

Namun demikian, ia menyayangkan sikap dari pemerintah yang lebih mendahulukan aturan LCGC dibandingkan dengan jadwal kendaraan beroda empat nasional yang telah lama dikembangkan oleh orang Indonesia. “Sebenarnya untuk bisa menyebarkan kendaraan beroda empat nasional hanya dibutuhkan political will (kemauan politik) dari stakeholder. Namun ketika ini, ibarat tidak ada kemauan dari stakeholder untuk bisa mengembangkannya,” katanya.

Padahal, kata John, sangat mudah untuk bisa membuat kendaraan beroda empat nasional asalkan ada kemauan. Contohnya bisa lihat dari Mobil Mercedes asal Jerman. Menurut dia, tidak semua komponen dari kendaraan beroda empat Mercy berasal dari Jerman, namun ada kandungan impornya. Contoh lainnya yaitu kendaraan beroda empat Proton asal Malaysia. John memaparkan bahwa kendaraan beroda empat Proton tersebut tidak semuanya berasal dari Malaysia akan tetapi Malaysia berhasil mengembangkannya menjadi kendaraan beroda empat nasional.

Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi memastikan penerbitan PP No. 41/2013 tidak mengganggu jadwal kendaraan beroda empat nasional dan jadwal angkutan umum murah. "PP tersebut diperlukan tidak mengganggu jadwal kendaraan beroda empat angkutan umum murah seperti, Tawon, Komodo dan Viar yang sedang dikembangkan oleh beberapa investor lokal," ujar Budi.

Budi mengungkapkan, sejumlah investor lokal yang menyebarkan kendaraan angkutan umum murah ini masih terus melaksanakan inovasi dan penyempurnaan dari prototipe kendaraan beroda empat nasional dan angkutan murah. Dalam mendukung merek nasional dan industri lokal tersebut, pemerintah mengaku bakal menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam mendukung pengembangan desain dan prototipe kendaraan angkutan umum. Termasuk memperlihatkan peralatan dan bimbingan dalam bentuk workshop dan pelatihan sumber daya insan (SDM) kepada industri yang menyebarkan kendaraan angkutan umum murah tersebut. "Bantuan tersebut antara lain kepada Solo Technopark dan merek nasional lainnya ibarat peralatan produksi dan uji coba jalan," ungkapnya.

Budi juga menambahkan kalau jadwal LCGC murni untuk memberi rangsangan bagi industri otomotif dalam negeri. Alasannya, bila komponen industri nasional mengalami peningkatan maka efeknya memberi pengaruh kemajuan industri otomotif di dalam negeri.