!---->

Type something and hit enter

ads here
On
Tawon, salah satu mobil nasional yang saat ini masih diproduksi.(Donny Apriliananda)

Asia Otomotif, Jakarta – Di ketika pemerintah mendorong investasi ajaib dan industri otomotif, ada satu hal yang mengganjal dan belum terpecahkan, yaitu kendaraan beroda empat nasional (mobnas). Arus insiatif begitu berpengaruh semenjak beberapa tahun lalu, untuk melahirkan mobil-mobil dan merek buatan anak bangsa. Namun hingga kini nasibnya masih terkatung.

Jangankan bermimpi menjadi raksasa industri, bertahan di tengah gempuran merek ajaib saja sungguh sulit. Terlebih dengan hadirnya kebijakan kendaraan beroda empat murah dan ramah lingkungan (LCGC). Produk yang mereka hasilkan memang belum tepat dan masih butuh waktu untuk pengembangan. Tapi paling tidak sudah bisa jadi langkah awal membangun industri kendaraan beroda empat berwawasan kemandirian.

Belum adanya kebijakan yang mendukung perkembangan kendaraan beroda empat nasional yakni satu-satunya ganjalan untuk melangkah. Satu-persatu pelaku industri mobnas curhat. Ditemui di gelaran INAPA 2014 ahad lalu, Presiden Direktur PT Fin Komodo, Ibnu Susilo, mengatakan bahwa ketika ini pihaknya masih menunggu kebijakan yang mendukung.

"Keinginan kami simpel, ada kebijakan yang memihak ke industri mobnas atau produk Indonesia. Kalau ada, semuanya akan gampang. Ada peraturan atau kebijakan yang mendukung, atau menguntungkan untuk bertumbuhnya industri otomotif lokal. Investasi akan mengalir dengan sendirinya," beber Ibnu.

PT. Super Gasindo Jaya (SGJ) yang dalam pekan raya memajang kendaraan beroda empat merek Tawon, bernasib sama. CEO SGJ, Koentjoro Njoto, mengatakan bahwa ketika ini pihaknya tetap memproduksi Tawon untuk kebutuhan kendaraan beroda empat teknologi menengah. ”Kami masih menargetkan produksi hingga 3.000-an unit setahun sambil berharap pertolongan faktual pemerintah terhadap pengembangan mobnas,”urainya.

Harapan lain juga masih ada di bahu PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) yang memproduksi ESEMKA banyak sekali tipe. Merek ini sempat melejit ketika Wali Kota Solo, Joko Widodo, (saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI), menggunakannya sebagai kendaran dinas.

Dihubungi terpisah, AZ Dalie, Sales & Marketing Division Head PT Triangle Motorindo Industry, produsen sepeda motor Viar, mengungkap kepada KompasOtomotif bahwa rencana membangun kendaraan beroda empat bergenre micro car yang sudah direncanakan dua tahun lalu terpaksa ditunda. Hal ini berkaitan dengan harga materi baku yang cukup mahal dan dikhawatirkan gagal bersaing dengan merek-merek ternama.

”Kami melihat belum ada kejelasan regulasi. Di level bawah menyerupai kami tidak disokong kebijakan infrastruktur yang jelas. Kalau tidak ditopang dengan kebijakan khusus tidak akan bisa berkembang, sebab akan tertimpa kekuatan merek asing,” beber Dalie.

Ditambahkan, materi baku untuk menyebarkan industri kendaraan beroda empat ketika ini masih mahal. Justru dengan mengimpor malah lebih murah. Dulu sempat diisukan bakal ada subsidi, tapi belum juga terlaksana. ”Kalau materi baku saja belum beres, kami tidak bisa berinvestasi untuk hal-hal lainnya. Soal ini, investor sudah menunggu,” terperinci Dalie.

Sama menyerupai produsen-produsen lokal lain, ketika ini pengembangan dan riset tetap dilakukan. Namun untuk memproduksi secara massal belum berani. Alasannya, secara harga akan sangat susah bersaing dengan produk ajaib yang sudah menikmati subsidi.

Bagaimana produsen kendaraan beroda empat nasional tidak ciut, Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam kesempatan tahun lalu pernah mengungkap, bahwa untuk menciptakan industri merek kendaraan beroda empat nasional diperlukan dana setidaknya Rp 2 triliun dan harus ada investor lokal sebagai penanam modal.

Dana tersebut akan dipakai untuk pembelian lahan, pengadaan mesin, teknologi, dan modal kerja. Belum termasuk pengembangan jaringan pemasaran dan layanan purna jual. ”Untuk menjadi sebuah industri yang komersil dan feasible, umumnya kendaraan beroda empat tersebut harus mencapai sekitar 40.000 unit per tahun,” ujar MS Hidayat ketika itu.

Namun sayang, yang dilakukan pemerintah ketika ini, hanya sebatas mendukung inisiatif merek-merek kendaraan beroda empat nasional untuk tampil dan berkembang. Dukungan itu meliputi promosi dan pemasaran, memfasilitasi pencarian investor, ujicoba prototipe, hingga peningkatan kemampuan industri komponen. Sementara kebijakan yang mendukung masih dalam ranah abu-abu.

Tentu, mimpi yang ketika ini harus diperjuangkan yakni Indonesia memiliki merek pujian sendiri. Merupakan karya dari tangan-tangan terampil dan otak cerdas orang Indonesia, yang seharusnya tidak kalah dengan bangsa lain. Perjalanan panjang itu pun rasanya masih akan berlanjut, entah hingga kapan.