Mobil Murah Ramah Lingkungan. (Foto: Gesit Prayogi/Liputan6.com) |
Otomotif, Jakarta - Sejumlah kalangan menilai derma pemerintah dalam pengembangan kendaraan beroda empat murah dan ramah lingkungan hanya menguntungkan segelintir pelaku industri otomotif, sedangkan dampak negatifnya akan lebih besar terhadap perekonomian nasional.
Dewa Yuniardi, Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi Asosiasi Industri Automotive Nusantara (Asia Nusa), menuturkan akomodasi diskon pajak atas kendaraan bermotor sangat indah pengaruhnya terhadap sektor industri otomotif.
Insentif fiskal itu dinilai akan bisa menekan harga jual kendaraan sehingga mendongkrak penjualan dan merangsang produsen otomotif dunia semakin giat investasi di Tanah Air.
“Tapi dari sisi kondisi dan situasi Indonesia perlu dikaji kembali, apakah cocok kendaraan beroda empat dikategorikan bukan barang mewah? Selama ini hanya kendaraan transportasi umum yang dikecualikan sebagai barang mewah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/3).
Kritik Dewa itu diarahkan kepada pemerintah yang mendorong pengembangan kendaraan beroda empat murah dan ramah lingkungan di Indonesia melalui akomodasi diskon pajak penjualan atas barang meweah (PPnBM).
Pemerintah dinilai kurang berpikir panjang akan dampak negative yang akan muncul kelak, ibarat meningkatnya kemacetan, membengkaknya konsumsi materi bakar minyak (BBM) bersubsidi, serta besarnya potensi penerimaan negara dari pajak yang akan hilang.
“Selama ini tanpa insentif yang besar sekalipun, kendaraan beroda empat dengan harga setinggi apapun relatif terserap oleh pasar. Kenapa harus dikasih insentif lagi,” tanya Dewa.
Sebaiknya, lanjut Dewa, pemerintah lebih fokus pada penyelesaian dilema subsidi energi yang terus membengkak setiap tahunnya ketimbang mencari solusi pengurangan emisi karbon dengan cara yang keliru.
“Saat ini sekitar 75 juta kendaraan yang berkeliaran tanpa kontrol yang ketat. Dari sisi polusi, dengan adanya LCGC, maka akan bertambah. Sama saja dengan menabur garam di laut,” ketusnya.
Low Tax Cars
Secara harfiah, Dewa memaknai kendaraan beroda empat murah sebagai kendaraan berteknologi tinggi yang diproduksi dengan ongkos yang rendah sehingga harga jualnya menjadi lebih murah. Artinya, kendaraan beroda empat murah tercipta bukan alasannya pengurangan pajak, melainkan alasannya teknologi yang digunakan.
“Kalau kebijakan LCGC yang sekarang itu kan artinya bukan low cost, tetapi low tax,” tegasnya.
Terkait permasalahan subsidi energi, Dewa Yuniardi menyarankan sudah saatnya pemerintah mengecualikan para pengguna kendaraan beroda empat eksklusif sebagai akseptor subsidi BBM. Sementara itu, kendaraan transportasi umum secara bertahap dialihkan dari BBM ke gas.
“Secara politis yang pasti akan teriak ialah para pengguna kendaraan beroda empat pribadi, mereka akan kesal. Tapi itu tak akan memicu inflasi,” katanya.
“Kami produsen kendaraan beroda empat nasional tidak minta akomodasi apapun dari pemerintah yang bisa bikin iri. Kami cuma mau kendaraan beroda empat kami dipakai pemerintah sehingga ada omset dan membuat kami lebih gampang mengembangkannya,” tandasnya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Prof Bambang Sugiarto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Menurutnya, sangat tidak sempurna bila subsidi diarahkan ke barang alasannya seharusnya ke orang yang benar-benar membutuhkan.
“Buat apa punya kendaraan beroda empat tiga hingga empat unit? Mobil banyak hanya akan bikin susah jalan. Masyarakat harus dibuat rasional bahwa berkendara itu mahal, butuh energi banyak,” tuturnya.
Menjadi aneh, kata Bambang, bila semua sektor hingar-bingar dengan kebijakan LCGC yang dari sisi penggunaan konten lokalnya masih tergolong kecil.
“Sebenarnya apa yang mau dicapai dengan LCGC, yang harganya di bawah Rp100 juta itu. Berapa besar sumbangannya terhadap devisa dan berapa kontribusi nasional terhadap Rp100 juta itu,” ujarnya.
Bambang menambahkan tak perlu ragu dengan potensi pasar nasional yang besar. Selama daya beli masyarakat meningkat, maka kendaraan beroda empat semahal apapun pasti akan terjual.
“Intinya keberpihakan pemerintah harus tegas. Kalau kebiajkan itu [LCGC] lebih banyak mudaratnya, jangan ragu-ragu untuk bilang tidak,” tegasnya.