Mobil Nasional Fin Komodo. |
Otomotif Indonesia, Jakarta - Sering Mobil Nasional dipandang menyerupai tahayul yang ditakuti, dijauhi, tidak ada gunanya dipikirkan bila kita tidak punya uang. Dibilang dosa bila kita menggunakan uang yang hanya sedikit untuk sesuatu yang resikonya terlalu besar.
Di pihak lain, Mobil Nasional digambarkan terlalu sederhana. Seakan-akan asal bisa gabungkan komponen-komponen mobil, setiap orang yang memiliki bengkel bisa bikin Mobil Nasional. Mobil Nasional dipersepsikan secara naif sehingga ditertawakan dan ditinggalkan orang karena dianggap sebagai mainan penghayal yang tidak serius dan tidak memiliki prospek bisnis yang nyata.
Ada beberapa orang yang pernah mulai membuat perhitungan dan mewujudkan usaha ini. Sebut saja, Aburizal Bakrie dengan Bakrie Motor-nya, Tommy dengan Timor-nya atau Shinivasan dengan Perkasa-nya.
Kebetulan karena banyak sekali karena yang berbeda semuanya tidak ada yang berhasil tetap berbisnis untuk waktu yang lama. Masing-masing punya kelemahan, punya titik lemah yang berbeda, yang menjadi titik awal kegagalan Mobil Nasional mereka.
Walaupun kasus kegagalannya berbeda, tetapi balasannya selalu digeneralisasikan orang bahwa Mobil Nasional itu tidak mungkin dilaksanakan sehingga tidak patut kita pikirkan.
Ada yang berfikir bahwa kita tidak punya uang yang cukup untuk mewujudkannya. Ada yang bilang kita tidak punya teknologi proses untuk membuatnya, ada juga yang bilang kita tidak punya orang untuk melaksanakannya.
Masing-masing kita punya gambaran sendiri-sendiri perihal produknya, bagaimana proses membuatnya dan siapa yang harus memiliki kemampuan yang menyerupai apa yang dibutuhkan untuk membuatnya. Kita seperti, maaf, dongeng 5 orang buta yang memegang gajah di tempat-tempat yang berbeda dan masing-masing ngotot dengan persepsinya masing-masing.
Padahal, untuk menyatakan pendapat soal ini, seharusnya kita lebih spesifik berbicara dengan data mengenai apa, bagaimana Mobil Nasional yang dinilai secara kasus per kasus. Begitu banyak jenis mobil, begitu banyak teknologi proses untuk mewujudkannya, sehinga begitu bervariasi kebutuhan investasi dan modal kerja untuk mewujudkannya.
Pandangan bisa keliru bila kita tidak memiliki data dan pengetahuan yang cukup mengenai sesuatu yang ingin kita komentari. Sebaiknya kita bicara lebih spesifik karena kita hanya bisa menilai secara kasus per kasus.
Pernah kita catat Teddy Rahmat sebagai Presiden Direktur ASTRA ketika itu, pada suatu kesempatan menyatakan pendapatnya bahwa jangan kita bermimpi bikin kendaraan beroda empat untuk menjadi tentangan TOYOTA, kalau di bisnis payung mungkin kita bisa menjadi Toyotanya payung.
Itu yaitu opini ia langsung mengenai kemungkinan pengembangan industri Mobil Indonesia. Mungkin kebetulan pada ketika itu obsesinya yaitu industri kecil menengah yang ia bangun melalui kelompok MITRA pada waktu itu. Padahal tidak selalu menyebarkan Mobil Indonesia itu harus berarti menyaingi Toyota.
Katakanlah kalau di industri roti, ada BreadTalk ada Sari Roti. Yang sempurna yaitu Mobil Nasional harus direncanakan dan diwujudkan secara teknis dan diposisikan secara marketing untuk bisa bersaing, biar jadi kebutuhan pasar dan dibeli orang, begitu.
Pro kontra terhadap gagasan pengembangan Mobil Indonesia sering kita dengar. Opini terhadap impian memiliki industri Mobil Indonesia sering dihadapkan kepada kompleksitas sistem kendaraan beroda empat sendiri yang pada balasannya memerlukan multi kompetensi dan menuntut kordinasi keterlibatan dari banyak pihak dalam pengembangannya mulai dari perencanaan, produksi sampai ke pelayanan pasca jualnya. Suatu rangkaian industri yang panjang mulai dari industri penyediaan materi baku hingga ke pendauran ulang.
Sehingga investasi yang besar untuk merangkai semua aktivitas dalam derap yang serasi menjadi sangat rentan terhadap kegagalan. Melibatkan sistem produksi yang rumit dengan perencanaan dan pengendalian yang berjalan ketat. Karena resiko yang tinggi ini, maka persoalan prioritas penggunaan modal menjadi krusial.
Mungkinkah kendaraan beroda empat nasional Terwujud ? Jawabannya bergantung kepada apa dan bagaimana kendaraan beroda empat nasional dipersepsikan.
Bottom rocknya yaitu kita bisa mewujudkan kendaraan beroda empat nasional ketika ini, bila kendaraan beroda empat nasional yaitu dengan asumsi berikut ini:
1. Mobil nasional disini dimaksudkan sebagai kendaraan beroda empat yang brandnya dimiliki pengusaha nasional, dengan usaha design dan engineering sendiri menetapkan pola dan sasaran bisnis sendiri, membangun pasar dengan memilih sasaran pasar, memposisikan produk dalam kancah persaingan, merencanakan dan menetapkan karakteristik produk, mendesign dan memvalidasi design tersebut. Singkat kata, kendaraan beroda empat nasional yaitu kendaraan beroda empat yang majikannya yaitu kita sendiri.
2. Dengan dasar kita menjadi majikan dari produk tersebut, tidak relevan lagi untuk mempersoalkan apakah semua harus dibuat lokal atau impor. Semua keputusan pemilihan dan pembelian materi baku dan komponen berdasarkan atas pola Quality, Cost dan Delivery utamanya dan pertimbangan lain atas dasar kelaikan bisnis. Sasarannya yaitu buat nilai tambah sebesar besarnya untuk kita di dalam negeri, rebut creamnya lebih besar dari yang kita terima sekarang.
3. Prioritas utama yaitu fokus pada sasaran membangun bisnis melalui mengantarkan produk yang diminati dan dibeli oleh pasar. Fokus dulu di pengembangan produk dan pengembangan pasarnya. Ukurannya yaitu feasibility, profitability dan sustainability bisnisnya. Produk unggulan yaitu produk yang dicari, dipakai dan dibeli. Bukan produk yang paling indah, bukan yang paling canggih, paling berpengaruh dsb. Produk unggulan yaitu meningkatkan secara optimal semua aspek dengan kompromi yang paling tepat, seimbang antara harga dan kualitas pemenuhan kebutuhan tuntutan pasar . Dan taktik bisnis harus mulai dari sana.
4. Semua step yang direncanakan harus dilaksanakan. Kejelasan sasaran dan perencanaan bisnis dari awal diharapkan untuk menerima akad pendanaan dan kalkulasi risiko bagi semua stake holder yang terlibat. Ketidak sepahaman sasaran dan kesalahan perencanaan menyebabkan terlunta luntanya project sehingga tidak semua langkah yang harus diambil bisa terjadi. Akibatnya keraguan dan ketidak sepahaman terjadi, sehingga proyek terhenti sebelum waktunya.
5. Perencanaan produk dan design produk didasarkan atas undangan pasar. harus berupa “pull”, tarikan pasar bukan “pull” dorongan dari keinginan sendiri. Pengenalan tuntutan pasar mengenai jumlah kebutuhan, kualitas yang diharapkan dan tingkat harga untuk kebutuhan ini menjadi sangat penting. Karena semua sasaran, perencanaan dan teknologi harus ditujukan menjawab kebutuhan tersebut. Tingkat kepastian forecast menentukan apa dan bagaimana produk yang harus dijual.
6. Teknologi tersedia untuk membuat jawaban yang optimum terhadap medan bisnis yang dihadapi. Tercakup di dalam teknologi ini taktik bisnis, taktik pasar, taktik produk, taktik design, taktik process manufacturing, taktik teknologi untuk investasi persaingan jangka panjang sesuai kondisi persaingan di pasar sasaran.
7. Dari segi volume quantity perlu disajikan beberapa pilihan skenario produk untuk market proofing. Caranya dengan menyajikan beberapa pilihan konsep produk semenjak ketika awal, sehingga punya reserve mana yang bisa jalan, mana yang sebaiknya dihentikan. Investasi diadaptasi dengan berapa quantity yang hendak diwujudkan.
8. Dari segi investasi, pendatang gres harus memanfaatkan kebaruannya untuk mempertajam policy investasi sesuai dengan peta kondisi persaingan yang sesungguhnya. Kehati-hatian dan kecermatan mengantisipasi pasar sangat menentukan ketepatan cost yang harus dicapai. Karena profit dibuat pada ketika kita membeli, bukan pada ketika menjual.
9. Keterkaitan dengan pihak rantai supply dan rantai distribusi dimulai dengan sejauh mana kita bisa meyakinkan risk dan gain yang bisa didapat, sehingga bagi bagi risiko bisa terjadi. Ketidak efisienan dari operasi awal ini harus teridentifikasi dan terakomodasi dalam taktik pemasarannya.
10. Yang terpenting yaitu ambil tindakan nyata sekarang. Semua asumsi di atas harus diverifikasi melalui pewujudan konsep dan fisik design produk yang dikomunikasikan untuk cari data untuk feasibility study dan feed back pasar. Langkah awal ini harus dilalui dangan action plan yang nyata dan data hasilnya dianalysis dan digunakan untuk perencanaan bisnis selanjutnya.
Peran Pemerintah
Kemunculan beberapa prototype kendaraan beroda empat yang dikembangkan lokal hasil kreasi ESEMKA, Fin Komodo, GEA, Tawon dan lain lain yang sudah memeprsiapkan infrastruktur industrinya tamat tanggapan ini patut dihargai. Mereka sudah bisa mewujudkan kendaraan yang setidaknya sudah bisa berfungsi.
Pancingan walikota Solo terdahulu, Joko Widodo behasil memicu opini publik dan menggugah kerinduan akan adanya kendaraan beroda empat nasional.
Melandasi semua itu sebetulnya kita semua pasti ingin bisa mempertinggi nilai tambah dari industri kendaraan beroda empat yang selama ini sudah tumbuh, tetapi dengan merk asing. Industri otomotif kita masih pada level operator yang policy dan strateginya masih dikuasai pemegang merk di luar negeri. Sehingga profit terbesar masih dibawa pulang ke negerinya.
Keinginan ini mungkin lebih mudah bila diilustrasikan setara menyerupai yang digambarkan oleh bapak rektor UKI Maruli Gultom di industri pertanian. Kita penghasil coklat, tetapi coklat terbaik tetap yaitu coklat yang dibuat di Swiss. Kita penghasil karet, tetapi penghasil ban berkualitas tinggi untuk kecepatan lebih dari 300 km/jam ketika ini yaitu Michellin dari Perancis ? Kita masih kurang memberi input teknologi terhadap materi dasar, sehingga nilai tambah proses di dalam negeri sangat kecil.
Di produk industri otomotifpun demikian. Kita masih belum menjadi master dari produk kita sendiri.
Karena pemerintah harus berfungsi sebagai regulator, maka tugas yang diharapkan dari pemerintah ini yaitu bagaimana kita bersama sama mencapai penambahan nilai sebesar besarnya di dalam negeri untuk produk industri otomotif.
Apakah ini kesalahan pemerintah? Tidak seluruhnya kesalahan bisa dilimpahkan kepada pemerintah. Yang pasti yaitu kita masih kekurangan teknopreneur yang menekuni industri. Pelaku industri masih menyerupai operator yang menjalankan mesin yang dibuat blueprintnya oleh orang lain. Kita masih belum merdeka dari kekurangan knowhow. Pelaku industri gres bisa menjalankan industri atas dasar standard orang lain, tetapi sedikit punya kesempatan menyebarkan teknologi dan menyusun standard sendiri.
Bila teknopreneur ini banyak, mereka diharapkan akan melengkapi kekosongan struktur industri. Mereka harus menyebarkan teknologi dan standard perusahannya sendiri, sehingga cukup sumber daya untuk mendukung pengembangan produk gres kendaraan beroda empat nasional. Mereka harus bisa terusan ke teknologi, karena mau tidak mau mereka harus bersaing untuk hidup dan berkembang.
Tetapi, biar hal ini bisa terjadi, perlu disiapkan dulu siapa pasarnya untuk menyerap hasil para teknopreneur gres ini? Di sinilah diharapkan ada produk akhr kendaraan beroda empat nasional yang menjadi lokomotif kebangkitan industri kendaraan beroda empat nasional. jadi harus ada dulu orang orang yang mau venture ke sana. gres pemerintah mengatur, mendorong dan memfasilitasinya. Mobil nasional menjadi sarana mereka aktualisasi membentuk kemampuan bersaing secara nyata.
Dorongan pengembangan industri komponen yang menjadi prioritas kebijakan kementrian perindustrian sulit diwujudkan bila pasarnya tidak tersedia. Industri otomotif yang sudah mapan sulit ditembus pemain gres yang notabene belum punya teknologi yang mapan. Padahal punya teknologi menjadi kriteria kemitraan rantai supply industri otomotif. Dengan teknologi mereka bisa bersaing QCD dan Teknologi yang dibutuhkan merk kendaraan beroda empat buat bersaing bertahan hidup dan berkembang.
Pemerintah memfasilitasi agar teknopreneur ini subur berkembang dan berkonglomerasi membentuk struktur indiustri yang sehat dan berdaya saing, tanpa harus diintervensi dengan kebijakan-kebijakan yang memihak kepada merk abnormal yang berdampak pada mematikan industri kendaraan beroda empat nasional milik kita sendiri yang sedang dalam proses pengembangan.
Pemerintah bisa memulai usaha ini dengan menyusun grand design dari industri otomotif nasional. Mulai dari pasar hingga dengan target untiuk masing masing tahap business process. Set sasaran sasaran dengan target yang dapat dicapai berdasarkan masing masing tahap tersebut. Kembangkan pasar kendaraan beroda empat nasional ini melalui denah pembelian pemerintah, pemerataan ke kawasan dan sebagainya. Buat insentif fiskal berdasarkan pencapaian target menyerupai dulu kita lakukan insentif untuk muatan local content, dsb.
Makara tugas pemerintah yaitu menyebarkan peta jalan menuju ke sana dan mengendalikannya. Biarkan swasta yang menjalankannya.